Fadhol
12 January 2021
Hallo para Maba sobat Maukuliah, kali ini kita bahas kehidupan kuliah yuk! Yey, akhirnya masuk kampus nih, benar gak kalau kehidupan di kampus itu lebih bebas dari masa sekolah? Walaupun lebih bebas tapi perlu diingat bahwa kebebasan sebagai mahasiswa ini datang dengan tanggung jawab.
Ketahanan hidup merupakan hal penting dalam lingkungan yang tidak dikontrol oleh orangtua. Kampus kuliah sobat akan memiliki peraturan-peraturan, akan tetapi mahasiswa harus bisa mengatur waktu mereka dan menentukan perilaku mereka. Saat sobat meninggalkan rumah, sobat memiliki kesempatan untuk menjadi mandiri karena andalah yang harus membuat keputusan-keputusan penting dalam kehidupan kamu.
Nah agar lebih afdhal, kita simak beberapa tips yang sudah terbukti dari pak Dr. dr. Sukadiono, M.M., Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, dulunya beliau seorang Bonek Mania (sebutan suporter klub bola Persebaya Surabaya). Menjadi Bonek Mania inilah awal mula Pak Sukadiono bercita-cita ingin mengenyam kuliah di Surabaya.
“Dulu saya tinggal di Kedunglosari Tembelang Jombang. Mendengarkan Persebaya via Radio rutin setiap minggu, menumpang di rumah salah satu tetangga yang cukup berada. Aktivitas ini sudah berlangsung sejak SD. Kata Sukadiono saat sharing dengan tim Maukuliah
Waktu itu Sukadiono nazar nanti kalau bisa kuliah di Surabaya, saya pasti akan berusaha selalu nonton Persebaya dan nadzar itu pun terbukti.
“Nanti kalau saya bisa kuliah di Surabaya, saya pasti akan berusaha selalu nonton Persebaya. Tapi waktu itu nazar saya hampir tidak tercapai saat lulus SMA. Karena jurusan Fisika, dan Ia ingin masuk Teknik ITB. Tapi akhirnya Orang Tua mengarahkan masuk ke Kedokteran saja. Dan saya teringat nazar sewaktu kecil, akhirnya sepakat dan diterima di Kedokteran UNAIR (Universitas Airlangga Surabaya).” Kata Pak Rektor yang cinta Persebaya ini.
Nah, kira-kira bagaimana pak rektor dulu semasa kuliah mengatur kesimbangan hidup sehingga mengantarkanya menjadi Dokter dan juga Rektor di Kampus yang cukup terkenal di Surabaya ini, yu kita simak!
Setiap kampus telah memiliki aturan absensi, minimal 75% masuk misalnya. Ikuti itu. Sebisa mungkin memang kuliah 100% diprioritaskan, tapi jika perlu untuk mengembangkan diri maupun menekuni hobi, gunakan peluang 25% tersebut.
Khusus untuk Sukadiono, ia kos di belakang Masjid Panglima Sudirman. Suasananya religius dan tidak jauh dari Stadion Tambaksari (markas lama Surabaya). Jadi ia berada di lingkungan akademis yang memotivasinya terus belajar, selalu ingat ibadah, dan tidak terlalu jauh apabila akan menekuni hobinya nonton bola.
Dalam hobinya menyaksikan Persebaya, Sukadiono terbatasi dengan kondisi banyaknya tugas kuliah yang harus dikerjakan. Selain itu, uang saku sebagai mahasiswa juga terbatas sehingga tidak bisa beli tiket. Lebih-lebih tiket away berangkat ke luar kota. Sukadiono tidak mau ikut naik ke atas kereta untuk sekedar nonton bola.
Oleh karena itu, perlu mencari titik tengah menyeimbangkan kuliah dan kegiatan di luar kuliah. Dalam kasus Sukadiono, solusinya adalah nonton bersama di kos-kosan.
Begitu Pula jika kuliah sambil kerja, maka jalan tengahnya adalah memastikan tidak mengganggu kuliah.
Menonton bola adalah nazar Sukadiono. Beberapa mahasiswa lain juga mungkin punya cita-cita yang ingin dicapai di luar perkuliahan: misalnya bekerja, bermain, mengembangkan skill, maupun mencari teman dan teman hidup.
Akan tetapi jika pada akhirnya harus memilih salah satu, Sukadiono menyarankan agar memprioritaskan kuliah. Karena orang tua mengizinkan putra putrinya untuk merantau dengan izin untuk kuliah.
“Insya Allah kalau kita prioritaskan kuliah dan ilmu, keinginan yang lain akan mengikuti. “Man Thalabal Ilma Takaffallaha Birrizqih” Barang siapa yang mencari ilmu, maka Allah SWT akan menjamin dengan rezeki-Nya,” Tutup Sukadiono yang kerap disapa sebagai Ustadz Suko ini.